Jerawat Karena Stres – Ada momen dimana, kamu memilih untuk tidur dalam kesedihan karena tidak ingin berlarut-larut dalam tangisan. Saat kamu bangun keesokan harinya, kamu melihat ada teman lain yang muncul di wajah kamu. Sesaat, kamu ingin membalikkan waktu dan mencoba untuk tidak menangisi hal yang membuat diri kamu sedih.
Yeah, aku tidak bisa menampik bahwa hidup itu selalu ada cobaan yang membuat kita putus asa, menangis, dan sangat terpuruk. Begitupun dengan aku yang selalu mudah untuk stres karena banyaknya pekerjaan dan susah membagi waktu. Tak jarang, aku tidur dalam kesedihanku. Mencoba untuk mempercepat waktu, sehingga aku bisa membuka lembaran baru di hari yang baru. Istilahnya, kabur dari masalah. Hanya saja pada saat pandemik seperti ini, sangat susah mengatur ini semua.
Namun aku sadar bahwa hal yang aku lakukan berdampak buruk bagi kulitku. Setiap aku merasakan kesedihan dan stress, kulit aku pun merasakan hal yang sama. Kulit terlihat kusam, tumbuh jerawat sekitar dagu, menstruasi tidak lancar, dan mood sangat berantakan.
Jerawat karena stres? Memang ada.
BACA JUGA: Memutus Never Ending Cycle pada Kulit Berjerawat
Menurut Dr. Wechsler yang dilansir di laman intothegloss, penyebab dari stres jerawat terletak pada molekul yang disebut kortisol. Kortisol merupakan hormon yang dipompa keluar oleh tubuh untuk melawan penyakit, mengontrol kadar gula darah, mengatur metabolisme, dan memengaruhi pembentukan memori. Dan ketika kita stres, tubuh kita akan merespon dan memproduksi lebih banyak kortisol daripada biasanya sebagai bagian untuk tetap waspada saat Anda membutuhkannya. Jika hormon kortisol tidak seimbang, alhasil hormon ini menyebabkan peradangan pada kulit yang menyebabkan jerawat, eksim, dan psoriasis.
Dr. Wechsler juga menambahkan bahwa tingkat kortisol yang tinggi dalam jangka waktu lama akan memecah kolagen dan juga membuat kulit kamu jadi dehidrasi, dan itulah mengapa ketika orang benar-benar stres untuk sementara waktu, mereka terlihat seperti tua dalam semalam atau kusam. Kamu pernah memerhatikan diri kamu sendiri di kaca kah?
Lalu bagaimana caranya untuk mengontrol produksi kortisol itu sendiri?
Oke ini memang pertanyaan penting tapi gampang-gampang susah buat aku ikuti. Cara untuk mengontrol produksi kortisol tersebut dengan tidur yang cukup setiap malamnya. “Kortisol berada pada titik terendah untuk semua orang selama tidur, dan molekul penyembuhan seperti beta-endorfin, hormon pertumbuhan, dan oksitosin,” penambah suasana hati, “selalu pada titik tertinggi,” yang dilansir oleh Dr. Wechsler dalam artikel intothegloss.
Kedua, ketika kamu merasa mulai sedih, stres, dan depresi, menangislah. Menangislah sebelum menangis itu dilarang. Para ilmuwan tidak yakin bagaimana atau mengapa, tetapi penelitian menunjukkan bahwa sesi menangis yang baik menurunkan kadar kortisol. Dulu diyakini secara luas bahwa air mata adalah cara untuk mengeluarkan hormon stres yang berlebihan. Kemudian pelukan saat sedih juga membantu untuk lebih tenang sehingga tubuh kita akan memicu hormon oksitosin dan menurunkan kadar kortisol yang dapat menyebabkan jerawat.
Dalam hal perawatan skincare, aku selalu berpacu pada back to basic skincare jika kulit mulai bermasalah lagi. Aku melakukan double cleansing yang diawali dengan Klei & Clay Calming Cleansing Balm, lalu Then I Met You Facial Cleanser , kemudian obat jerawat yaitu Klei & Clay Acne! Face Oil . Very simple but very efficient.
Jika rasa kesedihan, kecemasan, atau depresi kamu tidak kunjung reda juga. Lebih baik kamu mempertimbangkan untuk mencari bantuan dari psikologi ataupun terapis yang sudah terlatih. Banyak orang yang meremehkan kesehatan mental dan tidak berpikir panjang bahwa itu akan memberikan efek panjang untuk kulit dan juga tubuh kita. Sudah saatnya kita mulai membentuk pikiran akan self love, self care, dan juga tidak tabu dalam hal kesehatan mental.
Klei & Clay merupakan brand natural beauty and wellness yang mempunyai visi untuk empower satu sama lain dalam hal kecantikan natural dan juga kesehatan mental. Because we believe that healthy skin comes from a healthy mind.
Photo by Gabrielle Hendersonon Unsplash