Sering merasa kurang percaya diri, mengalami khawatir yang berlebihan akan masa depan, dan kerap menyesali beberapa keputusan dalam hidup? Jika iya, mungkin kamu sedang mengalami quarter life crisis. Kondisi ini pada dasarnya terjadi ketika seseorang mulai menyadari realitas yang berbeda dari apa yang dicita-citakan.
Lantas, wajarkah perasaan seperti ini? Dan bagaimana kita harus menanggapi masa quarter life crisis ini? Kali ini Klei & Clay berkesempatan mewawancarai seorang psikolog profesional, Shabrina Fitriandari yang akan berbicara banyak mengenai quarter life crisis.
Klei & Clay (K): Apa sih Kak sebenarnya masa quarter life crisis itu?
Shabrina (S): Sebenarnya quarter life crisis dapat diartikan sebagai krisis identitas diri. Dinamakan quarter karena terjadi di seperempat masa hidup atau umumnya terjadi di kisaran usia 20-27 tahun (early to middle adulthood). Pada dasarnya, masa ini terjadi ketika apa yang kita cita-citakan ternyata berbenturan dengan kenyataan serta kekhawatiran lebih akan masa depan.
K: Sebenarnya apa yang memicu hingga quarter life crisis menjadi istilah yang booming akhir-akhir ini?
S: Untuk istilah quarter life crisis sendiri sebenarnya sudah lazim di kalangan para psikolog, hanya saja booming-nya istilah quarter life crisis di kalangan kaum milenial saat ini tentunya karena munculnya berbagai macam pekerjaan baru di luar pekerjaan konvensional. Apa yang kita cita-citakan kerap tidak sesuai dengan apa yang orang tua atau orang terdekat kita inginkan. Pada masa ini pula, kita mulai dihadapkan pada realita yang ternyata tidak selalu semulus apa yang kita harapkan. Fase-fase inilah yang kemudian membuat kita mempertanyakan jalan hidup kita ke depannya, serta keputusan-keputusan yang harus diambil untuk masa depan.
K: Lantas apa yang sebaiknya orang muda lakukan ketika sampai di fase ini?
S: Yang pertama-tama dilakukan pastinya ketahui minat dan bakat kamu. Telusuri apa yang kamu suka dan ingin jadi apa kamu nantinya. Setelah itu, coba susun rencana dari sekarang. Pastikan plan yang kamu buat sudah jelas dan terfokus. Karena setiap hal yang dipersiapkan dengan baik bisa membantu mengurangi kekhawatiran kamu akan hari depan.
K: Kalau begitu, apakah masa quarter life crisis ini pasti menimpa orang-orang di early to middle adulthood dan wajarkah jika seseorang berada di masa ini?
S: Kalau untuk saat ini kemungkinan besar orang muda pasti mengalami fase ini, mengingat pilihan berkarir semakin beragam dan tantangan juga selalu ada. Perasaan semacam ini termasuk wajar karena masa ini juga termasuk ke dalam fase perkembangan. Jadi yang terpenting adalah mempersiapkan segala hal dari sekarang.
K: Mengingat salah satu bentuk quarter life crisis adalah timbulnya beban pikiran seperti stress dan kurang percaya diri, adakah hubungan quarter life crisis dengan kesehatan kulit?
S: Hubungan tentu ada tetapi cukup jauh dan nggak langsung. Masih beberapa faktor lain yang lebih berpengaruh secara langsung langsung. Hanya saja, memang quarter life crisis terjadi di usia middle adulthood yang masih mempedulikan penampilan dan kecantikan, sehingga orang-orang di usia ini kerap takut jika hal-hal tertentu mempengaruhi kesehatan kulit dan tampilannya. Yang terpenting adalah tetap rajin menjaga kebersihan kulit.
BACA JUGA: Memutus Never Ending Cycle pada Kulit Berjerawat
K: Terakhir, apa kira-kira pesan kakak sebagai seorang psikolog untuk orang-orang muda di luar sana yang sedang berjuang di masa quarter life crisis mereka?
S: Kalau dari aku, kunci melewati quarter life crisis adalah menyadari hal yang kamu rasakan ini normal. Buat perencanaan serinci mungkin dan selalu ketahui kalau nggak ada yang nggak mungkin. Kenali minat kamu dan jangan pernah malu untuk terus belajar.
Bagaimana, Kleive? Sudah merasa tercerahkan bukan? Untuk kamu yang saat ini merasa sedang berada dalam quarter life crisis jangan menghukum diri dan yuk, bersama-sama untuk lebih mencintai diri kita dan lebih bersyukur dengan apa yang terjadi di hidup kita. Niscaya semua beban akan berjalan lebih ringan. Dan selalu ingat fase ini merupakan hal yang normal ya!
Oleh: Agatha Diora
Editor: Divanda Gitadesiani