Menyukai skincare sejak dini, Stefan pemilik akun Instagram @skinchemically bercerita bahwa Ia adalah salah satu korban breakout berkepanjangan karena mendengarkan saran dari teman-nya yang belum tentu benar. Sempat insecure dengan kondisi kulit wajahnya saat itu, akhirnya ia memutuskan untuk belajar lebih dalam tentang kandungan bahan yang terdapat di sebuah produk perawatan wajah.

Oleh: Ratu Vashti Annisa

Bulan ini, saya berkesempatan untuk mewawancarai salah satu pemuda Indonesia yang sangat menginspirasi di dunia perawatan kulit. Pemuda ini tidak lain ialah Stefan Paulus atau yang lebih dikenal dengan nama akun Instagramnya; @skinchemically. Cowok kelahiran 22 September 1992 ini pindah ke Indonesia dari Malaysia saat umur 9 tahun. Ia mengaku sudah sangat tertarik dengan produk-produk perawatan wajah dari kecil, jadi kecintaannya bukan suatu obsesi yang baru.

DIBALIK KECEMASAN STEFAN

“Saat aku SMP, sebelum kulitku bermasalah pun, aku sudah suka banget sama skincare. Jadi setiap ada iklan sabun pencuci wajah atau krim pencerah atau produk perawatan kulit wajah lainnya, aku pasti pengin coba produk-produk tersebut. Soalnya, aku penasaran aja, apakah kulit aku bisa jadi lebih cerah dan halus juga seperti yang diklaim iklan tersebut?” ujarnya kepadaku.

Ia juga menambahkan sering sekali mencoba produk baru milik anggota keluarganya tanpa sepengetahuan mereka. “Tapi kadang juga suka minta baik-baik sih.” ujarnya sambil tertawa kecil.

Tidak hanya mencoba, Stefan juga mempunyai minat yang tinggi untuk membuat skincare sendiri lho, Kleive. DIY Skincare yang pernah ia lakukan salah satunya membuat masker dari air beras. Menarik ya? Tetapi, ia mulai intensif merawat kulitnya saat semester akhir kuliah karena ia merasa sudah mempunyai penghasilan lebih. Dari yang hanya menggunakan sabun wajah dan toner, sekarang sudah menambah deretan skincare yang lain seperti hydrating toner, essence, moisturizer, dan sunscreen. Wah, lengkap ya, Kleive?

“Tapi aku inget banget waktu itu, salah satu skincare andalanku sudah tidak diproduksi lagi. Lalu aku cerita ke teman-temanku kalau susah banget cari produk tersebut dan akhirnya, temanku ngomong kalau menurutnya, kulitku itu mudah berjerawat karena terlalu banyak menggunakan produk perawatan wajah. Temanku menyarankan yang penting aku cuci muka dengan bersih dua hari sekali. Setelah aku pikir-pikir mungkin ada benarnya, karena aku juga sering tidur terlambat karena suka bela-belain menggunakan produk-produk perawatan wajahku. Jadi aku mengikuti saran dia, tapi efek yang aku dapat malah sebaliknya. Perlahan, jerawat mulai muncul dan jerawatnya tuh termasuk yang parah banget. Gamau hilang sama sekali dan aku sudah coba semua cara tapi tetep aja bandel. Pokoknya ini jerawatan terparah yang bener-bener membuat aku sedih.” tuturnya.

Pemilik akun @skinchemically ini mengaku kondisi kulitnya saat itu membuatnya tidak percaya diri untuk di foto sembarangan dan sangat menghindari selfie. Apalagi ditambah komentar dari orang-orang yang membandingkan kondisi kulitnya yang dulu dan sekarang.

“Mereka menganggap kalau aku pasti sering mencoba produk sembarangan. Akupun terpengaruh oleh komen-komen mereka dan menjadi minder. Tapi akhirnya aku lebih banyak cari tahu cara-cara efektif untuk menghilangkan jerawat. Aku banyak belajar dari videonya Liah Yoo, Soko Glam, dan juga dari artikel-artikel di internet. Di tahun 2016, perlahan jerawatku membaik, dan di tahun 2017 aku sudah menemukan langkah-langkah perawatan wajah yang cocok denganku. Jadi, awal tahun 2018 aku memutuskan untuk berbagi pengalamanku lewat Instagram, siapa tahu bisa membantu banyak orang.” jelasnya panjang lebar. “Momentumnya sih di pertengahan tahun 2016 dimana aku jadi percaya kalau urusan kulitku, hanya aku yang mengerti, jadi jangan suka dengerin kata orang karena malah bisa bikin lebih parah.” tambahnya.

PENTINGNYA PRODUK RAMAH LINGKUNGAN

Kuliah di jurusan biologi, Stefan menegaskan bahwa produk ramah lingkungan lebih penting dibandingkan dengan produk natural, vegan ataupun organik. Ini dikarenakan ia sering menjumpai produk dengan embel-embel natural itu ramah lingkungan. Ia mengerti betul kalau kehidupan manusia itu seringkali menyebabkan kerusakan alam.

“Bisa aja skincare yang mengaku natural atau vegan tersebut memiliki sumber yang tidak bertanggung jawab. Contohnya, produk tersebut diambil dari ekstrak tanaman yang didapatkan dari hutan yang sengaja dibuka untuk menanam tanaman yg diperlukan produk tersebut. Jadi lebih penting produk-produk yang ramah lingkungan buatku karena aku ingin melakukan bagianku untuk tidak merusak lingkungan sekitar lebih lanjut. Sebagai konsumen kita harus menggunakan produk skincare yang tidak merusak bumi kita. Itulah sebabnya, aku sangat mendukung produk yang menggunakan bahan-bahan dan kemasan yang ramah lingkungan.”

Stefan juga menegaskan kalau masalah perawatan wajah itu cocok-cocokkan. Ada kulit yang cocok dengan bahan natural ada yang tidak. Jadi, baik atau tidaknya produk yang menggunakan produk natural itu kembali lagi ke masing-masing pengguna. Jangan sampai terkecoh akan kata orang-orang yang ternyata bisa membuat kamu menjadi minder, karena produk tersebut tidak cocok denganmu. Tidak selalu yang natural itu yang paling baik, dan tidak selalu produk chemical itu juga jelek. Untuk para Kleive yang membaca ini harus lebih pintar dalam memilih perawatan wajah yang baik.

Kisah perjalanan @skinchemically memberikanku banyak inspirasi bahwa untuk merawat kulit harus benar-benar dimulai dari lebih mengenal kondisi kulit kita sebelum memutuskan untuk membeli serangkaian produk perawatan wajah. Wawancaraku dengan Stefan tidak berhenti sampai disini saja. Di sesi kedua, Stefan berbagi ilmu tentang pentingnya menggunakan facial oil dan juga apakah essential oil itu dapat mengiritasi kulit kita. Penasaran kan Kleive? Jangan lupa untuk share blog ini dan juga baca part 2-nya ya. Enjoy your day, Kleive!